Budaya Kampus – Overview

Nah, jadi untuk hari pertama ospek, topiknya adalah Budaya Kampus. Mengapa begitu? Jadi ceritanya, maba dan miba ini tidak memiliki senior. Kabar buruknya, maba miba jadi tidak punya contoh senior yang baik itu bagaimana, yang buruk bagaimana. Kabar baiknya, momen kekosongan ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk budaya baru berupa kampus yang ideal 😀

Dengan demikian, ospek kali ini bertujuan mengarahkan mahasiswa baru untuk membentuk budaya baru tersebut. Budaya baru yang ideal yang seperti apa? Yaitu budaya yang membentuk mahasiswa menjadi aktif, kritis, peduli, kebersamaan dan sopan santun.

Memangnya budaya kampus yang lama seperti apa? Yaa, pokoknya kampusnya tidak seperti kampus. Mahasiswanya tidak seperti mahasiswa. Kurang hidup, begitu ._. Intinya, lembaga ingin supaya mahasiswanya mumpuni dalam bidang akademis, non-akademis, dan spiritual. Seimbang.

Apa untungnya budaya baru tersebut pada mahasiswa? Yaa, pengalaman membuktikan bahwa kebiasaan selama mahasiswa akan terbawa ke dunia kerja. Dari sini bisa ditimbang-timbang sendiri kan? 🙂

Sekarang masuk ke teknis diskusinya 😀 Maba dan miba melakukan diskusi dengan dipandu mentor. Di sini mereka bebas berdiskusi, budaya seperti apa yang ideal menurut mereka. Tentu saja, tugas mentor adalah mengarahkan mereka untuk berpikir tentang budaya yang ideal, jadi tidak semau mereka. Ketika diskusi, opsinya:

  1. Maba Miba dibagi menjadi 3 kelompok. Diskusi dilakukan per kelompok. Mentor masuk-masuk ke setiap kelompok. Masing-masing kelompok mengusulkan satu budaya. Kemudian dipilih satu diantaranya untuk dijadikan ikrar.
  2. Maba Miba sebagai satu kelompok, menyimpulkan satu budaya, langsung jadikan ikrar.

Ikrar? -___- Yup. Nanti ikrar tersebut ditulis, lalu dikumpulkan. Ikrar ini juga bertujuan agar mereka menjalankan budaya yang telah mereka diskusikan. Jadi, tidak hanya sekedar kata-kata. Ng, apakah akan ber-efek? Nggak yakin mereka bakal melakukan itu beneran .___. Hihi :3 berikut ada sebuah pepatah dari Lao Tse, yang juga menjadi kutipan andalan Margaret Thatcher

Watch your thoughts, they become words. Watch your words, they become actions. Watch your actions, they become habit. Watch your habits, they become character. Watch your character, it becomes your destiny

Ringkasnya, apa yang kita pikirkan akan menjadi kata-kata. Kata-kata akan menjadi perbuatan. Kumpulan perbuatan akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan akan menentukan karakter. Karakter menentukan nasib hidup kita. Dari sini bisa menangkap kan? 🙂

Nah :3 sekarang harus memikirkan bagaimana menyampaikannya, lalu teknis ketika dikusi bagaimana. Bikin naskah :’3

Naskah Perkenalan

Menyambung peran saya sebagai mentor, saya kan tidak belum pandai bicara di depan umum, jadi saya menyusun naskah dulu. Perkenalan sebagai first impression, memainkan peran penting. Setidaknya perkenalan harus bagus, supaya selanjutnya bisa bagus juga. Walaupun belum tentu juga, sih. Tapi setidaknya kalau awalnya bagus, mood kita jadi terangkat dan bisa jadi motivasi untuk yang selanjutnya. Menurut teori yang diperoleh dari diklat mentor, tiga puluh detik pertama berbicara memainkan peran penting. Kalau tiga puluh detik pertama bagus, selanjutnya juga bagus. Kalau dari tiga puluh detik pertama kita tidak tahu apa yang akan kita bicarakan, jadi hancur semuanya T.T

Inilah dia naskahnya. Jeng jeng jeng, here we go

Assalamu’alaikum wr wb,

Selamat pagi/siang, adik-adik. Apa kabar? Gimana rasanya menginjakkan kaki di kampus STAN? Sebelumnya, Kakak mau tanya dulu, nih. Adik-adik ini asalnya dari mana aja? Yang dari Jawa mana suaranya? Sumatra? Sulawesi? Indonesia timur? lalu dari mana lagi? Waah, luar biasa yaa, dalam kelompok kecil ini saja teman-teman kita berasal dari berbagai daerah di Nusantara 😀

Oke, deh langsung saja, perkenalkan semuanya, nama Kakak Sinta Setyati Siwi. Adik-adik boleh panggil kakak “Sinta”. Kakak di sini sebagai mentor, akan menemani adik-adik semua selama satu minggu dalam kegiatan Dinamika ini 🙂

Kakak pengen tahu nih, apa yang terbayang dalam pikiran kalian tentang Dinamika? Mungkin yang terbayang semacam ospek, capek, dll. Terus buat apa sih kalian harus ikut acara Dinamika ini?

Jadi, Dinamika ini adalah tahap pengenalan terhadap lingkungan baru kalian, yaitu lingkungan kampus STAN, yang tentunya beda dengan lingkungan tempat tinggal kalian sebelumnya. Di sini kalian akan dikenalkan STAN itu bagaimana, sih. Kegiatan mahasiswa STAN itu bagaimana. Siapa aja yang ada di STAN dan lingkungan sekitarnya. Mengapa perlu? Supaya kalian membiasakan diri dulu, dan dibekali dengan nilai-nilai, yaitu kalian sebagai mahasiswa STAN itu harus bagaimana, sih. Kira-kira begitu.

Dari pengalaman kakak ikut Dinamika dulu, memang kegiatan ini banyak banget menyita waktu dan capek. Waktu tidur jadi berkurang juga. Tapi nanti adik-adik nggak usah khawatir. Dinamika nggak melulu ngerjain tugas, kok. Banyak kegiatan yang asyik dan seru juga, serta pasti ada kejutan di akhir acara nanti. Pokoknya enjoy aja, have fun yah 😀 Nantinya, ini bakal jadi pengalaman yang tidak terlupakan ketika kalian akan lulus nanti :'”)

Lagipula, kalian nggak sendirian, kok. Kalian di sini bertiga puluh. Kalian akan jadi keluarga. Dan yang pasti, ada Kakak di sini yang nemenin adik-adik, jadi nanti kalian ngerjain tugasnya nggak sendirian. Nanti kalian bisa tanya-tanya sama kakak kalau ada yang kurang jelas atau minta saran.

Okee? segitu aja perkenalan dari Kakak. Sekarang gantian, nih. Kakak pengen kenal kalian. Oiya, ngomong-ngomong, kalian udah saling kenalan belum sama teman-teman sekelompoknya? Kalau gitu lanjut kenalan yaaa..

Kira-kira begitu yang nanti mau saya katakan :’) Semoga bisaaa. Lalu kalau bisa perkenalan adik-adiknya pakai permainan, begitu. Yang terimakasih berantai itu. Jadi, bisa sekalian hafal begitu.

Okeee. Satu tugas udah ada gambaran. Masih ada tiga tugas materi lagi: Budaya Kampus, Potensi non Akademik, sama materi hari terakhir yang benar-benar idealis ._.

Semangaaaaat :””

Menjadi Mentor

Ngomong-ngomong soal peran, saat ini saya mempersiapkan diri ber-“akting” (baca: menempatkan diri) sebagai seorang mentor bagi teman-teman mahasiswa baru yang akan memasuki kampus. Peran ini benar-benar menuntut saya untuk keluar dari zona nyaman. Beda dengan kepanitiaan-kepanitiaan sebelumnya, dimana saya menjadi “penggembira” (baca: yang disuruh-suruh), kali ini saya punya tanggung jawab penuh terhadap peran saya (kalau di kepanitiaan lain saya bisa serahin tugas kepada orang lain — walaupun nggak pernah — tapi kalau jadi mentor nggak bisa diserahin ke siapa-siapa ._. ). Daaan, yang terpenting diantara semuanya, peran ini menuntut saya untuk benar-benar tampil (kalau kepanitiaan lain, saya jadi orang di balik layar), benar-benar berbicara (public speaking ._.), dan mungkin peran-peran lain yang tidak terbayangkan sebelumnya. Benar-benar keluar dari zona nyaman. I mean, saya orang yang plegmatis begini, lalu sekarang harus begitu. Oh my.. T.T 

Menyesal? Eee, antara ya dan tidak. Teringat kata-kata senior dulu ketika masih baru jadi mahasiswa

Apa yang tidak kamu sukai, bisa jadi merupakan sesuatu yang sebenarnya berguna bagi kamu

Waktu itu, saya interview untuk bergabung dengan English Club kampus. Ketika ditanya maukah saya ikut klub debat, saya jawab tidak mau, karena saya orangnya tidak suka bicara. Well, see.. sebenarnya itu berguna yaa ._.

Oke deh, nasi sudah jadi bubur, sekalian bikin bubur yang enak :9 Calon mentor dibekali dengan teori-teori public speaking dan effective communication. Saya belum pernah mempraktekan teori-teori tersebut, jadi nantinya para mahasiswa baru tersebut akan jadi bahan praktek buat saya >:3

Yang artinya mereka akan jadi penilai performa saya juga ._.

Kalau berhasil, ini akan jadi lompatan besar bagi saya. Memikirkan hal tersebut, saya merasa tertantang. Namun menyadari kemampuan saya yang pas-pasan ini, mental saya kadang jadi down juga. Yaa, apalagi saya seorang plegmatis yang memang dari sananya mudah tertekan.

Kalau gagal, saya malah menyia-nyiakan waktu. Waktu yang tinggal sedikit..

Sulit sekali berprasangka baik kalau mental sedang down — berprasangka baik terhadap keadaan dan peran saya.

Walaupun katanya Pak Satria

Kalau kalian bicara atau tampil di depan umum, dunia nggak akan hancur, kok. Kenapa takut?

Yaah, pernah dengar “butterfly effect“, Pak? .___.

Hidup adalah panggung sandiwara. Di sana terdapat manusia yang memainkan peran. Para Aktor. Hidup menjadi rumit karena seorang manusia memainkan banyak peran. Hidup menjadi rumit karena manusia banyak menjalin komitmen dengan manusia lainnya.

Ketika lahir, manusia mulai memainkan perannya sebagai seorang anak. Memasuki usia sekolah, manusia mendapat peranan baru sebagai seorang siswa. Ketika dewasa, peran sebagai seorang siswa selesai, digantikan peran sebagai seorang pekerja, pencari nafkah. Kadang dibarengi peran sebagai ibu atau ayah, bahkan mungkin ia masih berperan sebagai seorang anak juga. Belum lagi peran-peran yang timbul ketika berhubungan dengan manusia lain. Dan tidak lupa, peran yang timbul sebagai hubungan manusia dengan Sang Pencipta.